kursus komputer di jambi I-TECH
kursus komputer di jambi I-TECH

kursus komputer di jambi I-TECH-Anak-anak Muda yang Jadi Jutawan Berkat Video Game ,Alex Balfanz adalahmahasiswa berusia 18 tahun di Universitas Duke, Carolina Utara. Setiap hari ia menghadiri kuliah atau seminar, lantas mengerjakan tugas. Seperti mahasiswa beda seusianya, ia mencurahkan sejumlah jam masing-masing hari, dan lebih tidak tidak tidak sedikit lagi pada akhir pekan, guna video game.
Tapi ia tak sekadar bermain video game ia membuatnya; dan mengejar tidak tidak tidak sedikit uang dari itu.
"Dalam 10 bulan sesudah Jailbreak diluncurkan, keuntungannya telah menjangkau ratusan ribu dolar," kata Balfanz mengenai game petualangan kejar-kejaran buatannya yang diluncurkan tahun kemarin. Permainan tersebut sudah dimainkan guna ke-semiliar kalinya sejumlah pekan lalu.
Kenapa video game begitu terobsesi dengan kiamat?
Agar game produksi Indonesia jadi tuan lokasi tinggal di negeri sendiri
Pekerjaan generasi selanjutnya tidak bakal terdiri dari profesi
Balfanz hanyalah satu dari ribuan wirausahawan muda umur remaja atau dua puluhan di industri video game, yang meraup deviden | laba | laba $36 miliar (Rp493 triliun) pada tahun lalu.
Anak-anak muda laksana Balfanz sudah membuka jalan baru untuk menggali nafkah yang tidak terdapat 10 atau bahkan lima tahun lalu, bahkan di dalam industri game tersebut sendiri.
Mahasiswa lainnya, Andrews Bereza, pun berusia 18 tahun, adalahkreator Miner's Haven dan Azure Mines, dua game yang ia buat sekitar dua tahun ke belakang guna Roblox, platform yang memungkinkan anak-anak untuk menciptakan game mereka sendiri dan mempublikasikannya di internet tersebut platform yang pun menaungi Jailbreak kepunyaan Balfanz.
"Meskipun penghasilan tahunan saya belum menjangkau jutaan laksana rekan-rekan saya baru-baru ini, saya terus-menerus memburu ratusan ribu dolar masing-masing tahun semenjak saya mulai," kata Bereza.
Pendapatannya tersebut ia gunakan untuk menunaikan uang kuliah. Di universitas, ia memungut jurusan ilmu komputer.
Tanpa sarana untuk menyalurkan game buatannya, "Saya tidak tahu bagaimana saya dapat membayar duit kuliah atau punya masa-masa yang cukup guna mengembangkan game saya," tuturnya.
Membuat dan memasarkan video gim sendiri
Sekarang, berkat platform penjualan daring laksana App Store, Steam, atau Roblox, siapapun yang punya gagasan bagus dan sedikit keterampilan pengembangan peranti lunak dapat menjangkau lebih dari semiliar orang.
Tapi meskipun teknologi dan ekosistem untuk mencapai pasar yang besar ini baru hadir satu dasawarsa lalu, mentalitas DIY (Do-It-Yourself) semua pengembang software ini bukanlah urusan baru; tersebut sebenarnya tak jauh bertolak belakang dari orang-orang di tahun '70-an yang pelajaran main musik di garasi dengan cita-cita menjadi bintang rock, atau sutradara amatir yang menciptakan film dengan VHS camcorder di tahun '80-an.
"Industri kreatif memang tidak jarang kali begitu, lagipula anak muda," kata Roger Altizer, di antara pendiri jurusan seni dan kiat hiburan di Universitas Utah.
Ia melafalkan bahwa anak muda selalu membuat ekspresi kreatif dan berjuang untuk menjualnya.
Khusus terkaitvideo game, Altizer mengungkit bahwa di tahun '80-an, semua pengembang muda menciptakan video game sendiri, menyimpannya dalam disket dan membungkusnya dengan kantong plastik, lantas menjualnya di toko-toko gambaran jiwa wirausaha.
Sekarang? Kita punya game independen laksana Flappy Bird yang menjadi sensasi di semua dunia, menjangkau kesuksesan dalam semalam.
Namun sebab saat ini terdapat begitu tidak tidak tidak sedikit video game yang diluncurkan, pasarnya sudah menjadi semakin padat. Tetap saja, bisa jadi untuk berhasil di bidang ini melambungkan cita-cita.
Anthony Tan adalahsiswa SMA di Australia yang game petualangannya yang surealis, Way do The Woods, dijadwalkan rilis pada tahun depan, dan sudah menumbuhkan ketertarikan di kalangan jurnalis game.
"Anda bermain sebagai seekor rusa dan anaknya berjuang mencari jalan kembali di dunia tanpa manusia," kata Tan.
"Sepertinya saya bercita-cita melanjutkan ke universitas setelah menuntaskan proyek ini," imbuhnya. Tan, 18 tahun, menyatakan "mulai menciptakan game kecil-kecilan dengan Flash (suatu platform multimedia -red.) guna senang-senang pada umur 8 atau 9 tahun."
Meskipun tidak seluruh orang bakal mendapatkan jutaan dolar dari game buatannya, hasrat wirausaha tetap terpuaskan. "Video game menyenangkan untuk saya karena saya dapat menjajal seluruh bidang itu: kreasi, desain, menciptakan model, mengukir, melukis, teknik, menggubah musik," ungkap Tan.
Video gim serius guna mempromosikan sebuah gerakan
Banyak anak muda memanfaatkan demokratisasi sumber daya ini guna menjadi inovatif dalam satu hal: mempromosikan ide-ide untuk menciptakan masyarakat jadi lebih baik. Game yang mengusung tema identitas gender, politik budaya, atau perawatan kesehatan mental.
Sebagai konsep, ini pun bukan urusan baru. Program Pangan Dunia merilis urusan yang mereka sebut "video game kemanusiaan kesatu" hampir 13 tahun lalu. Permainan tersebut memiliki nama Food Force, diluncurkan dalam tujuh bahasa dan bertujuan mengajarkan anak-anak mengenai bencana kelaparan di dunia.
Tapi yang baru merupakanpara developer video game pemula ini membuatnya sendiri, dan bahkan berniat menjadikannya sebagai karier.
"Ada orang-orang yang datang ke kampus untuk menciptakan game yang serius sebab mereka bercita-cita menciptakan perubahan," kata Altizer.
Altizer sendiri mengerjakan ini di laboratorium Permainan dan Aplikasi Terapeutik di Universitas Utah, yang berfokus dalam membuat game yang menolong pasien cedera tulang belakang menggarap pelajaran untuk menangkal rasa nyeri sebab pemakaian kursi roda, atau game yang mengajar petugas sosial mengenali bahaya untuk anak-anak dengan beri panduan mereka dalam tur realitas virtual ke rumah-rumah fiktif.
Tapi internet tidak melulu memungkinkan 'kids zaman now' menciptakan gim mereka sendiri; sejumlah anak muda memanfaatkannya untuk menggali nafkah sebagai penghibur.
Elspeth Eastman bermain video game dan menyiarkannya di website Twitch. Ia telah mengoleksi 103.000 pengikut.
Eastman menyatakan menghabiskan $2000 (sekitar Rp28,5 juta) guna komputer baru tak lama sesudah lulus kuliah, demi mengupayakan menjadi seorang streamer. Sekarang, Eastman menggali nafkah dengan mengerjakan apa yang disukainya.
"Saat ini saya duduk di dalam ruangan 90%-nya mengandung kabel dan komputer," kata Eastman saat diwawancarai lewat sambungan telepon dari studionya. "Di bisnis ini, kamu benar-benar sendiri. Anda mesti mengerjakan semuanya: kamu penata cahayanya, sekaligus penampil di atas panggung."
Nantinya, ikhtiar ini dapat berujung pada kerja sama iklan atau layanan berbayar, dengan sebanyak keuntungannya mengalir ke streamer. Tapi guna tidak tidak banyak streamer baru, mereka mesti meminta sumbangan dari semua penonton. Butuh masa-masa lama untuk mengoleksi penonton sebelum dapat menghasilkan uang.
"Dalam model langganan tetap, atau patronage, penampil mendapat pemasukan tetap dari semua penontonnya. Model ini paling umum," kata Altizer.
Eastman dan seorang streamer lainnya mempunyai nama Valkyrae (bukan nama asli), yang mempunyai 200.00 pengekor dan sudah bekerja sarat waktu sebagai streamer sekitar tiga tahun, menekankan pentingnya membina jaringan dan mempromosikan diri sendiri di media sosial, atau kolaborasi dengan sesama streamer yang pengikutnya lebih banyak.
Dan laksana dalam pengembangan software DIY, sifat streaming yang berbasis komunitas pun bisa dimanfaatkan untuk destinasi baik. Valkyrae mengungkap pekerjaan streaming guna amal yang ia ikuti pada Natal tahun lantas sukses mengumpulkan $8.700 (sekitar Rp124 juta) dalam enam jam. Uang yang terkumpul lantas disumbangkan ke lokasi tinggal sakit anak St. Jude.
"Seorang pelanggan saya menderita kanker dan perlu operasi," tuturnya. "Dan kami urunan guna membantu menunaikan biaya operasinya, yang menjangkau sekitar $8.000 (Rp114 juta). saya dan anda bisa menolong orang beda secara keuangan saya menolong ibu saya berkat semua pendapatan tambahan yang saya bisa ini."
Pemain videogame profesional
Tapi barangkali jalan sangat ambisius dan menguntungkan mengarah ke kesuksesan yang tidak terdapat di arus utama satu dasawarsa lalu merupakanpemain game profesional. Kebanyakan orang di profesi ini berusia duapuluhan atau lebih muda.
Olahraga yang dinamakan eSportsini diduga menarik 600 juta pemirsa dan bernilai $1,4 miliar (20 triliun) pada tahun 2020. Komite Olimpiade Internasional bahkan mempertimbangkan guna menyertakannya dalam susunan acara resmi.
Sumail Hassan adalahpemain game profesional termuda yang memenangkan $1 juta dari eSports. Ia sudah meraup lebih dari $2,5 juta dengan bermain Dota, sejenis online multiplayer game. Ia menyinggung bermain gim sebagai kegiatan penuh waktu.
"ESports baru mulai populer saat saya mengawali karier pada 2015," kata Hassan. Usianya sekarang 19 tahun, namun ia sudah bermain gim semenjak 7 tahun.
"Saya tahu bermain video game merupakan keterampilan terbaik saya, jadi saya menyimpulkan untuk menjadi profesional."
Altizer melafalkan Universitas Utah menawarkan beasiswa guna eSports, dan universitas memiliki program persaingan eSports yang mengadu semua pemain dengan satu sama beda dalam gim laksana League of Legends dan Overwatch.
Layaknya semua atlet profesional, kesempatan untuk menjadi pemain eSports ternama dunia sangatlah tipis.
"Ini barangkali bukan jalan mengarah ke ketenaran dan kekayaan dengan memenangkan turnamen internasional. Seperti sekolah seraya bermain lacrosse - tidak tidak tidak tidak sedikit orang yang menghasilkan jutaan dolar sebagai pemain lacrosse," kata Altizer.
Hassan berbicara ia akan konsentrasi pada kariernya sebagai pemain game untuk ketika ini, namun menyarankan untuk orang lain guna tetap bersekolah dan melanjutkan pendidikan. (Ini sikap yang pun dipegang oleh streamer Eastman dan Valkyrae.)
"Jangan terlampau mengandalkan bermain gameuntuk menggali nafkah," kata Hassan.
Rencana guna masa depan?
Baik tersebut eSports, streaming,atau mengembangkan video game sendiri dari kamar Anda, industri game sudah berkembang pesat dalam dua dasawarsa terakhir, dan tidak tidak tidak sedikit karier baru ini lahir bareng pertumbuhan internet.
Kesuksesan di bidang ini membutuhkan tidak sedikit keterampilan di samping pemrograman komputer: jati diri yang unik di depan kamera, menjual diri sendiri di media sosial, dan tidak tidak tidak sedikit lagi.
Tapi tidak tidak banyak sekali orang tidak selesai di studio besar menciptakan Call of Duty berikutnya, atau menjadi juara turnamen World of Warcraft, atau streamer di Twitch dengan jutaan pengikut. Dan tersebut bukan urusan yang buruk, sebab anak muda kini punya lebih tidak sedikit kesempatan guna masuk ke industri game.
Altizer mengibaratkannya dengan industri musik: "Mungkin ada lebih tidak tidak tidak sedikit orang yang bekerja di industri yang menyokong musik daripada menggali nafkah sebagai musisi," ujarnya.
"Lebih mudah mendapat kegiatan menyetem gitar di toko perangkat musik daripada tampil bareng band di atas panggung."

Alamat: ITech Course, Jl. Kiai H. Ahmad Dahlan No.1, Imopuro, Metro Pusat, Kota Metro, Lampung 34111
kursus komputer di jambi I-TECH-Anak-anak Muda yang Jadi Jutawan Berkat Video Game ,Alex Balfanz adalahmahasiswa berusia 18 tahun di Universitas Duke, Carolina Utara. Setiap hari ia menghadiri kuliah atau seminar, lantas mengerjakan tugas. Seperti mahasiswa beda seusianya, ia mencurahkan sejumlah jam masing-masing hari, dan lebih tidak tidak tidak sedikit lagi pada akhir pekan, guna video game.
Tapi ia tak sekadar bermain video game ia membuatnya; dan mengejar tidak tidak tidak sedikit uang dari itu.
"Dalam 10 bulan sesudah Jailbreak diluncurkan, keuntungannya telah menjangkau ratusan ribu dolar," kata Balfanz mengenai game petualangan kejar-kejaran buatannya yang diluncurkan tahun kemarin. Permainan tersebut sudah dimainkan guna ke-semiliar kalinya sejumlah pekan lalu.
Kenapa video game begitu terobsesi dengan kiamat?
Agar game produksi Indonesia jadi tuan lokasi tinggal di negeri sendiri
Pekerjaan generasi selanjutnya tidak bakal terdiri dari profesi
Balfanz hanyalah satu dari ribuan wirausahawan muda umur remaja atau dua puluhan di industri video game, yang meraup deviden | laba | laba $36 miliar (Rp493 triliun) pada tahun lalu.
Anak-anak muda laksana Balfanz sudah membuka jalan baru untuk menggali nafkah yang tidak terdapat 10 atau bahkan lima tahun lalu, bahkan di dalam industri game tersebut sendiri.
Mahasiswa lainnya, Andrews Bereza, pun berusia 18 tahun, adalahkreator Miner's Haven dan Azure Mines, dua game yang ia buat sekitar dua tahun ke belakang guna Roblox, platform yang memungkinkan anak-anak untuk menciptakan game mereka sendiri dan mempublikasikannya di internet tersebut platform yang pun menaungi Jailbreak kepunyaan Balfanz.
"Meskipun penghasilan tahunan saya belum menjangkau jutaan laksana rekan-rekan saya baru-baru ini, saya terus-menerus memburu ratusan ribu dolar masing-masing tahun semenjak saya mulai," kata Bereza.
Pendapatannya tersebut ia gunakan untuk menunaikan uang kuliah. Di universitas, ia memungut jurusan ilmu komputer.
Tanpa sarana untuk menyalurkan game buatannya, "Saya tidak tahu bagaimana saya dapat membayar duit kuliah atau punya masa-masa yang cukup guna mengembangkan game saya," tuturnya.
Membuat dan memasarkan video gim sendiri
Sekarang, berkat platform penjualan daring laksana App Store, Steam, atau Roblox, siapapun yang punya gagasan bagus dan sedikit keterampilan pengembangan peranti lunak dapat menjangkau lebih dari semiliar orang.
Tapi meskipun teknologi dan ekosistem untuk mencapai pasar yang besar ini baru hadir satu dasawarsa lalu, mentalitas DIY (Do-It-Yourself) semua pengembang software ini bukanlah urusan baru; tersebut sebenarnya tak jauh bertolak belakang dari orang-orang di tahun '70-an yang pelajaran main musik di garasi dengan cita-cita menjadi bintang rock, atau sutradara amatir yang menciptakan film dengan VHS camcorder di tahun '80-an.
"Industri kreatif memang tidak jarang kali begitu, lagipula anak muda," kata Roger Altizer, di antara pendiri jurusan seni dan kiat hiburan di Universitas Utah.
Ia melafalkan bahwa anak muda selalu membuat ekspresi kreatif dan berjuang untuk menjualnya.
Khusus terkaitvideo game, Altizer mengungkit bahwa di tahun '80-an, semua pengembang muda menciptakan video game sendiri, menyimpannya dalam disket dan membungkusnya dengan kantong plastik, lantas menjualnya di toko-toko gambaran jiwa wirausaha.
Sekarang? Kita punya game independen laksana Flappy Bird yang menjadi sensasi di semua dunia, menjangkau kesuksesan dalam semalam.
Namun sebab saat ini terdapat begitu tidak tidak tidak sedikit video game yang diluncurkan, pasarnya sudah menjadi semakin padat. Tetap saja, bisa jadi untuk berhasil di bidang ini melambungkan cita-cita.
Anthony Tan adalahsiswa SMA di Australia yang game petualangannya yang surealis, Way do The Woods, dijadwalkan rilis pada tahun depan, dan sudah menumbuhkan ketertarikan di kalangan jurnalis game.
"Anda bermain sebagai seekor rusa dan anaknya berjuang mencari jalan kembali di dunia tanpa manusia," kata Tan.
"Sepertinya saya bercita-cita melanjutkan ke universitas setelah menuntaskan proyek ini," imbuhnya. Tan, 18 tahun, menyatakan "mulai menciptakan game kecil-kecilan dengan Flash (suatu platform multimedia -red.) guna senang-senang pada umur 8 atau 9 tahun."
Meskipun tidak seluruh orang bakal mendapatkan jutaan dolar dari game buatannya, hasrat wirausaha tetap terpuaskan. "Video game menyenangkan untuk saya karena saya dapat menjajal seluruh bidang itu: kreasi, desain, menciptakan model, mengukir, melukis, teknik, menggubah musik," ungkap Tan.
Video gim serius guna mempromosikan sebuah gerakan
Banyak anak muda memanfaatkan demokratisasi sumber daya ini guna menjadi inovatif dalam satu hal: mempromosikan ide-ide untuk menciptakan masyarakat jadi lebih baik. Game yang mengusung tema identitas gender, politik budaya, atau perawatan kesehatan mental.
Sebagai konsep, ini pun bukan urusan baru. Program Pangan Dunia merilis urusan yang mereka sebut "video game kemanusiaan kesatu" hampir 13 tahun lalu. Permainan tersebut memiliki nama Food Force, diluncurkan dalam tujuh bahasa dan bertujuan mengajarkan anak-anak mengenai bencana kelaparan di dunia.
Tapi yang baru merupakanpara developer video game pemula ini membuatnya sendiri, dan bahkan berniat menjadikannya sebagai karier.
"Ada orang-orang yang datang ke kampus untuk menciptakan game yang serius sebab mereka bercita-cita menciptakan perubahan," kata Altizer.
Altizer sendiri mengerjakan ini di laboratorium Permainan dan Aplikasi Terapeutik di Universitas Utah, yang berfokus dalam membuat game yang menolong pasien cedera tulang belakang menggarap pelajaran untuk menangkal rasa nyeri sebab pemakaian kursi roda, atau game yang mengajar petugas sosial mengenali bahaya untuk anak-anak dengan beri panduan mereka dalam tur realitas virtual ke rumah-rumah fiktif.
Tapi internet tidak melulu memungkinkan 'kids zaman now' menciptakan gim mereka sendiri; sejumlah anak muda memanfaatkannya untuk menggali nafkah sebagai penghibur.
Elspeth Eastman bermain video game dan menyiarkannya di website Twitch. Ia telah mengoleksi 103.000 pengikut.
Eastman menyatakan menghabiskan $2000 (sekitar Rp28,5 juta) guna komputer baru tak lama sesudah lulus kuliah, demi mengupayakan menjadi seorang streamer. Sekarang, Eastman menggali nafkah dengan mengerjakan apa yang disukainya.
"Saat ini saya duduk di dalam ruangan 90%-nya mengandung kabel dan komputer," kata Eastman saat diwawancarai lewat sambungan telepon dari studionya. "Di bisnis ini, kamu benar-benar sendiri. Anda mesti mengerjakan semuanya: kamu penata cahayanya, sekaligus penampil di atas panggung."
Nantinya, ikhtiar ini dapat berujung pada kerja sama iklan atau layanan berbayar, dengan sebanyak keuntungannya mengalir ke streamer. Tapi guna tidak tidak banyak streamer baru, mereka mesti meminta sumbangan dari semua penonton. Butuh masa-masa lama untuk mengoleksi penonton sebelum dapat menghasilkan uang.
"Dalam model langganan tetap, atau patronage, penampil mendapat pemasukan tetap dari semua penontonnya. Model ini paling umum," kata Altizer.
Eastman dan seorang streamer lainnya mempunyai nama Valkyrae (bukan nama asli), yang mempunyai 200.00 pengekor dan sudah bekerja sarat waktu sebagai streamer sekitar tiga tahun, menekankan pentingnya membina jaringan dan mempromosikan diri sendiri di media sosial, atau kolaborasi dengan sesama streamer yang pengikutnya lebih banyak.
Dan laksana dalam pengembangan software DIY, sifat streaming yang berbasis komunitas pun bisa dimanfaatkan untuk destinasi baik. Valkyrae mengungkap pekerjaan streaming guna amal yang ia ikuti pada Natal tahun lantas sukses mengumpulkan $8.700 (sekitar Rp124 juta) dalam enam jam. Uang yang terkumpul lantas disumbangkan ke lokasi tinggal sakit anak St. Jude.
"Seorang pelanggan saya menderita kanker dan perlu operasi," tuturnya. "Dan kami urunan guna membantu menunaikan biaya operasinya, yang menjangkau sekitar $8.000 (Rp114 juta). saya dan anda bisa menolong orang beda secara keuangan saya menolong ibu saya berkat semua pendapatan tambahan yang saya bisa ini."
Pemain videogame profesional
Tapi barangkali jalan sangat ambisius dan menguntungkan mengarah ke kesuksesan yang tidak terdapat di arus utama satu dasawarsa lalu merupakanpemain game profesional. Kebanyakan orang di profesi ini berusia duapuluhan atau lebih muda.
Olahraga yang dinamakan eSportsini diduga menarik 600 juta pemirsa dan bernilai $1,4 miliar (20 triliun) pada tahun 2020. Komite Olimpiade Internasional bahkan mempertimbangkan guna menyertakannya dalam susunan acara resmi.
Sumail Hassan adalahpemain game profesional termuda yang memenangkan $1 juta dari eSports. Ia sudah meraup lebih dari $2,5 juta dengan bermain Dota, sejenis online multiplayer game. Ia menyinggung bermain gim sebagai kegiatan penuh waktu.
"ESports baru mulai populer saat saya mengawali karier pada 2015," kata Hassan. Usianya sekarang 19 tahun, namun ia sudah bermain gim semenjak 7 tahun.
"Saya tahu bermain video game merupakan keterampilan terbaik saya, jadi saya menyimpulkan untuk menjadi profesional."
Altizer melafalkan Universitas Utah menawarkan beasiswa guna eSports, dan universitas memiliki program persaingan eSports yang mengadu semua pemain dengan satu sama beda dalam gim laksana League of Legends dan Overwatch.
Layaknya semua atlet profesional, kesempatan untuk menjadi pemain eSports ternama dunia sangatlah tipis.
"Ini barangkali bukan jalan mengarah ke ketenaran dan kekayaan dengan memenangkan turnamen internasional. Seperti sekolah seraya bermain lacrosse - tidak tidak tidak tidak sedikit orang yang menghasilkan jutaan dolar sebagai pemain lacrosse," kata Altizer.
Hassan berbicara ia akan konsentrasi pada kariernya sebagai pemain game untuk ketika ini, namun menyarankan untuk orang lain guna tetap bersekolah dan melanjutkan pendidikan. (Ini sikap yang pun dipegang oleh streamer Eastman dan Valkyrae.)
"Jangan terlampau mengandalkan bermain gameuntuk menggali nafkah," kata Hassan.
Rencana guna masa depan?
Baik tersebut eSports, streaming,atau mengembangkan video game sendiri dari kamar Anda, industri game sudah berkembang pesat dalam dua dasawarsa terakhir, dan tidak tidak tidak sedikit karier baru ini lahir bareng pertumbuhan internet.
Kesuksesan di bidang ini membutuhkan tidak sedikit keterampilan di samping pemrograman komputer: jati diri yang unik di depan kamera, menjual diri sendiri di media sosial, dan tidak tidak tidak sedikit lagi.
Tapi tidak tidak banyak sekali orang tidak selesai di studio besar menciptakan Call of Duty berikutnya, atau menjadi juara turnamen World of Warcraft, atau streamer di Twitch dengan jutaan pengikut. Dan tersebut bukan urusan yang buruk, sebab anak muda kini punya lebih tidak sedikit kesempatan guna masuk ke industri game.
Altizer mengibaratkannya dengan industri musik: "Mungkin ada lebih tidak tidak tidak sedikit orang yang bekerja di industri yang menyokong musik daripada menggali nafkah sebagai musisi," ujarnya.
"Lebih mudah mendapat kegiatan menyetem gitar di toko perangkat musik daripada tampil bareng band di atas panggung."
Comments
Post a Comment